Kehilangan…
ini menjadi suatu kata yang menakutkan bagi setiap umat manusia di muka bumi
ini. Kenapa? Karena kehilangan merupakan suatu kejadian yang mungkin setiap
dari kita tak mampu lagi membalikannya.
23
Juni 2014. Hari itu adalah hari senin. Pulang kuliah aku tidak ke kostan. Namun
aku langsung balik ke kostan. Ya memang saat aku tingkat 1 aku menghabiskan
hidupku hanya kuliah dan di kostan. Hanya sabtu-minggu aku bisa merasakan
kehangatan keluargaku. Sore itu rasanya aku ingin pulang lebih awal, agar sampe
rumah cepat dan bisa bercengkrama dengan ayah ibuku. Sesampainya dirumah
seperti biasa aku langsung disambut dengan masakkan ibu yang harumnya sudah
tercium ketika aku masih diluar rumah. Makan barenglah kita sekeluarga. Setelah
makan aku membuka obrolan ke kedua orangtuaku. Dimana aku membuka percakapan
itu “Pah, Mah kayanya sisa kuliah ini aa laju aja deh sunter – Bekasi yah.
Tanggung juga tinggal beberapa minggu ini. Lagian juga Cuma ujian praktek kok.
Gapapa Ya?” Ditanggeplah omongnku itu oleh ayahku, “beneran a? Papah mah kasian
kalo aa bolak balik. Capek juga kan. Mending di kostan bisa istirahat banyak.
Tapi kalo aa maunya gitu juga gapapa sih. Selama aa nya kuat mah jalanin aja.
Mudah mudahan kan sehat selalu” mendengar perkataan itu aku hanya berdiam dan
kembali berfikir.. lama tidak ada obrolan. Tiba2 ayah nyeletuk dengan
nasihatnya, “ A, aa kan udah gede nih. Udah dewasa juga. Jangan pernah yah
bantah omongan mamah. Harus sayang sama mamah. Aa bayangin coba mamah rela
bangun pagi nyiapin kita sarapan. Nyiapin buat bekel aa. Beresin rumah. Jadi aa
harus terus jagain mamah yah. Kan aa anak laki-laki papah satu-satunya, Sama
benerin Sholatnya jangan sekalipun ninggalin Sholat yah”. Aku terkejut, Seperti
halnya itu bukan nasihat biasa. Seperti halnya itu adalah nasihat terakhir yang
tidak akan bisa aku dapatkan lagi di kehidupanku seterusnya. Aku merasa Omongan
ini tuh mempunyai arti yang sangat dalam.. Aku hanya membalas dengan “Iya pah,
Pasti itu mah. Aa gabakal ngecewain papah mamah. Doian aja ya pah mah”
Ketika
itu.. Tanggal 25 Juni 2014. Tepat hari rabu. Hari itu merupakan hari terberat
dalam hidupku selama umurku 18 tahun. Iya.. Aku merasakan kehilangan itu.
Kehilangan ini jauh lebih sakit dibandingkan aku putus dengan pacarku atau aku
kehilangan barang yang aku sayang. Bahkan kehilangan ini hampir membuatku putus
asa. Semua terasa baik-baik saja pada hari itu. Kuliah seperti biasanya, namu
aku merasakan hal yang aneh ketika aku berangkat dari rumah pagi itu. Seperti
biasa aku sebelum berangkat berpamitan dan meminta doa restu untuk dimudahkan
dalam perkuliahanku ini. Namun, pagi itu aku hanya berpamitan kepada ibuku. Aku
tak tega membangunkan ayahku yang masih terlelap tidur karena memang beliau
sedang asma. Tubuhnya terlihat lemas dan wajahnya terlihat cukup pucat pagi
itu. Aku hanya berkata pada Ibuku “Mah, doain aa yah kuliah sama ujian
prakteknya dilancarkan, tolong titip salam sama papah juga. Minta tolong papah
doain aa juga ya mah”. Entah kenapa saat aku berkata itu terhadap ibukku aku
merasakan keanehan dalam diriku seakan-akan aku tidak bisa meminta doa langsung
lagi ke ayahku. Setelah itu keluarlah aku dari rumah dan pada hari itu aku
memang dijemput temanku. Kembali ada firasat tak enak setelah aku berangkat dan
jalan hanya beberapa meter dari rumahku. Aku mencium wangi bunga melati yang
begitu menyengat sekali. Namun aku tahu disekitar rumahku dan rumah tetangga
lain tak ada yang mempunyai pohon melati. Kembali fikiran aneh bercambuk di
otakku untuk pagi itu.
Kuliah..
Seperti biasa. Masih lancer dengan ujian praktek yang tengah aku jalani saat
itu. Sampai tiba akhirnya di sore hari pukul 16.00 hapeku bergetar dan ada
pesan masuk, dan ternyata itu dari ibuku. Dimana pesan itu berisi, “A hari ini
pulang aja bisa kan? Gausah ke kostan yah. Papah sakit nih. Mamah disuruh
bawain obat asmanya ke RS Almutazam. Papah diperjalanan mau kesana katanya.” Aku
menjawab dengan pesan “Bisa mah, Aa juga emang pengen balik ko nantI”
Singkat
cerita, Pulanglah aku. Nebeng sama temenku untuk balik kebekasinya. Hujan turun
ketika kami diperjalanan, tidak cukup deras sih sehingga kami masih bisa
melanjutkan perjalanan tersebut. Pukul 17.45 Hapeku berdering dengan nada
ringtonenya yang cukup keras. Itu panggilan dari Ibuku. Lantas aku angkat dan
saat aku angkat. Aku hanya mendengar suara rintihan dan sedikit tangisan dari
ibuku yang berkata dalam telon itu “A dimana? Papah masuk rumah sakit. Langsung
masuk UGD . keadaannya sekarang kritis” otomatis aku yang mendengar kata kata
itu langsung berfiran aneh-aneh. Aku berfikir ke firasat-firasat yang telah aku
alamin akhir-akhir ini. “Is, agak cepetan yah bawa motornya. Bokap gue masuk
rumah sakit nih”. Aku berkata kepada temanku.
Pukul
18,35 aku sampai di RS Almutazam Jatimulya. Aku telfon ibuku kembali namun
hanya pengalihan yang aku dapatkan. Berkali-kali aku coba hubungi. Berkali-kali
juga aku gagal untuk menghubunginya. Sampai pada akhirnya telfon itu terjawab…
dan apa yang aku terima? Hanya suara tangisan yang sangat kencang dengan ada
suatu kata yang menyebut bahwa papah udah gak ada. Ahhhhh aku pun langsung
bergegas masuk dan bertanya dimana ruang UGD . sampai pada akhirnya aku temukan
ruang UGD dan aku melihat ibuku yang sudah duduk diatas kursi roda dengan terus
menangis kejer. Dan aku melihat adikku telah memeluk ibuku begitu kencangnya
begitu dalamnya. Aku melihat juga tetanggaku yang datang menemani ibu
memberikan semangat terus kepada ibuku. Aku hanya berdiri sejenak di lorong
ruang menuju kamar dimana ayahku sudah terbujur kaku. Aku masih tidak menyangka
dengan apa yang aku terima hari ini. Aku menghampiri ibuku seraya berlari untuk
memeluknya dan menanyakan apa yang terjadi sampai aku harus kehilangan orang
yang paling aku sayangi ini? Aku terus mencecer pertanyaan ke sang dokter yang
terus menyabarinku. Aku terus bertanya kenapa nyawa sang ayah tak bisa ia
selamatkan. Kenapa ini terjadi begitu cepat? Kenapa Tak ada yang bisa
menjawabnya!! Lemas tak berdaya. Patah semangat serta rasa ikhlas dan tawakal
yang belum bisa aku terima saat itu. Aku terus memeluk ibu dan adikku. Aku
mencoba untuk tidak menangisi keadaan ini. Aku berusaha menghentikan air mataku
dan tegar untuk member semangat kepada ibuku. Aku gaboleh terlihat lemah. aku
gaboleh cengeng. Aku gaboleh buat ibuku nangis lagi berlarut-larut.
Beliau
meninggal diumurnya yang menginjak 54 tahun. 12 hari setelah hari ulang
tahunnya di tanggal 13 juni 2014. Rasa menyesal karena aku belum banyak ngobrol
sama beliau. Belum dekat sama dia. Belum banyak cerita tentang kuliahku. Masih
banyak nasihatnya yang kadang malas untuk aku terima. Masih banyak perintahnya
yang kadang enggak aku turutin. Masih banyak lagi yang belum bisa aku lakuin
bersama-sama dengannya. Tapi Allah punya rencana yang sangat indah dibalik ini
semua. Aku bertanya kenapa tuhan mengambil ayah begitu cepat? Aku mendapatkan
jawabannya ketika ibuku bertanya kepadaku. “saat kau di taman bunga. Bunga mana
yang akan kamu ambil paling pertama? Yang indah, wangi dan bagus pastinya kan?
Sama Allah juga begitu mengambil papah. Allah mengmabil yang baik. Ibadahnya
bagus. Kaya papahmu ini” Aku hanya tersenyum dan memeluk ibuku.
Banyak
kata yang aku ingin ucapkan untukmu Ayah. Mungkin anganku saat aku wisuda nanti
bisa didampigi engkau dan ibu sekarang hanya Angan-angan saja. Tapi aku tahu di
surganya Allah disana ayah akan selalu menjaga dan mendampingiku selalu.
Banyak
anak zaman sekarang yang aku lihat sering menentang orangtuanya. Oke. Mungkin
saat itu mereka belum merasakan bagaimana ketika mereka harus kehilangan 1 atau
bahkan keduanya. Pasti akan menyesal seumur hidup! Pasti akan merasa hidup tuh
udah engga ada motivasinya lagi. Udah enggak ada yang nyupportin lagi. Jadi
buat kamu yang saat ini sering membantah coba un tuk turutin setiap perintah
atau bahkan kemauannya. Biuat kalian yang masih jauh cobalah untuk mendekatkan
diri kalian dan sharing tentang hal-hal kecil. Jika masih sering kumpul sama
teman-teman. Cobalah luangkan waktu sedikit untuk mereka. Sekedar untuk membuat
mereka tersenyum saja. Itu jauhhhh lebih bahagia ketika kamu melihat mereka
tersenyum dibandingkan kamu melihat pacarmu tersenyum
Tulisan
ini aku buat pada 15 Desember 2014. LOVE YOU FOREVER DAD! THIS LOVE FROM YOUR
SON!