Minggu, 25 Januari 2015

INI SEMUA TENTANG KEHILANGAN



Kehilangan… ini menjadi suatu kata yang menakutkan bagi setiap umat manusia di muka bumi ini. Kenapa? Karena kehilangan merupakan suatu kejadian yang mungkin setiap dari kita tak mampu lagi membalikannya.

23 Juni 2014. Hari itu adalah hari senin. Pulang kuliah aku tidak ke kostan. Namun aku langsung balik ke kostan. Ya memang saat aku tingkat 1 aku menghabiskan hidupku hanya kuliah dan di kostan. Hanya sabtu-minggu aku bisa merasakan kehangatan keluargaku. Sore itu rasanya aku ingin pulang lebih awal, agar sampe rumah cepat dan bisa bercengkrama dengan ayah ibuku. Sesampainya dirumah seperti biasa aku langsung disambut dengan masakkan ibu yang harumnya sudah tercium ketika aku masih diluar rumah. Makan barenglah kita sekeluarga. Setelah makan aku membuka obrolan ke kedua orangtuaku. Dimana aku membuka percakapan itu “Pah, Mah kayanya sisa kuliah ini aa laju aja deh sunter – Bekasi yah. Tanggung juga tinggal beberapa minggu ini. Lagian juga Cuma ujian praktek kok. Gapapa Ya?” Ditanggeplah omongnku itu oleh ayahku, “beneran a? Papah mah kasian kalo aa bolak balik. Capek juga kan. Mending di kostan bisa istirahat banyak. Tapi kalo aa maunya gitu juga gapapa sih. Selama aa nya kuat mah jalanin aja. Mudah mudahan kan sehat selalu” mendengar perkataan itu aku hanya berdiam dan kembali berfikir.. lama tidak ada obrolan. Tiba2 ayah nyeletuk dengan nasihatnya, “ A, aa kan udah gede nih. Udah dewasa juga. Jangan pernah yah bantah omongan mamah. Harus sayang sama mamah. Aa bayangin coba mamah rela bangun pagi nyiapin kita sarapan. Nyiapin buat bekel aa. Beresin rumah. Jadi aa harus terus jagain mamah yah. Kan aa anak laki-laki papah satu-satunya, Sama benerin Sholatnya jangan sekalipun ninggalin Sholat yah”. Aku terkejut, Seperti halnya itu bukan nasihat biasa. Seperti halnya itu adalah nasihat terakhir yang tidak akan bisa aku dapatkan lagi di kehidupanku seterusnya. Aku merasa Omongan ini tuh mempunyai arti yang sangat dalam.. Aku hanya membalas dengan “Iya pah, Pasti itu mah. Aa gabakal ngecewain papah mamah. Doian aja ya pah mah”

Ketika itu.. Tanggal 25 Juni 2014. Tepat hari rabu. Hari itu merupakan hari terberat dalam hidupku selama umurku 18 tahun. Iya.. Aku merasakan kehilangan itu. Kehilangan ini jauh lebih sakit dibandingkan aku putus dengan pacarku atau aku kehilangan barang yang aku sayang. Bahkan kehilangan ini hampir membuatku putus asa. Semua terasa baik-baik saja pada hari itu. Kuliah seperti biasanya, namu aku merasakan hal yang aneh ketika aku berangkat dari rumah pagi itu. Seperti biasa aku sebelum berangkat berpamitan dan meminta doa restu untuk dimudahkan dalam perkuliahanku ini. Namun, pagi itu aku hanya berpamitan kepada ibuku. Aku tak tega membangunkan ayahku yang masih terlelap tidur karena memang beliau sedang asma. Tubuhnya terlihat lemas dan wajahnya terlihat cukup pucat pagi itu. Aku hanya berkata pada Ibuku “Mah, doain aa yah kuliah sama ujian prakteknya dilancarkan, tolong titip salam sama papah juga. Minta tolong papah doain aa juga ya mah”. Entah kenapa saat aku berkata itu terhadap ibukku aku merasakan keanehan dalam diriku seakan-akan aku tidak bisa meminta doa langsung lagi ke ayahku. Setelah itu keluarlah aku dari rumah dan pada hari itu aku memang dijemput temanku. Kembali ada firasat tak enak setelah aku berangkat dan jalan hanya beberapa meter dari rumahku. Aku mencium wangi bunga melati yang begitu menyengat sekali. Namun aku tahu disekitar rumahku dan rumah tetangga lain tak ada yang mempunyai pohon melati. Kembali fikiran aneh bercambuk di otakku untuk pagi itu.

Kuliah.. Seperti biasa. Masih lancer dengan ujian praktek yang tengah aku jalani saat itu. Sampai tiba akhirnya di sore hari pukul 16.00 hapeku bergetar dan ada pesan masuk, dan ternyata itu dari ibuku. Dimana pesan itu berisi, “A hari ini pulang aja bisa kan? Gausah ke kostan yah. Papah sakit nih. Mamah disuruh bawain obat asmanya ke RS Almutazam. Papah diperjalanan mau kesana katanya.” Aku menjawab dengan pesan “Bisa mah, Aa juga emang pengen balik ko nantI”

Singkat cerita, Pulanglah aku. Nebeng sama temenku untuk balik kebekasinya. Hujan turun ketika kami diperjalanan, tidak cukup deras sih sehingga kami masih bisa melanjutkan perjalanan tersebut. Pukul 17.45 Hapeku berdering dengan nada ringtonenya yang cukup keras. Itu panggilan dari Ibuku. Lantas aku angkat dan saat aku angkat. Aku hanya mendengar suara rintihan dan sedikit tangisan dari ibuku yang berkata dalam telon itu “A dimana? Papah masuk rumah sakit. Langsung masuk UGD . keadaannya sekarang kritis” otomatis aku yang mendengar kata kata itu langsung berfiran aneh-aneh. Aku berfikir ke firasat-firasat yang telah aku alamin akhir-akhir ini. “Is, agak cepetan yah bawa motornya. Bokap gue masuk rumah sakit nih”. Aku berkata kepada temanku.

Pukul 18,35 aku sampai di RS Almutazam Jatimulya. Aku telfon ibuku kembali namun hanya pengalihan yang aku dapatkan. Berkali-kali aku coba hubungi. Berkali-kali juga aku gagal untuk menghubunginya. Sampai pada akhirnya telfon itu terjawab… dan apa yang aku terima? Hanya suara tangisan yang sangat kencang dengan ada suatu kata yang menyebut bahwa papah udah gak ada. Ahhhhh aku pun langsung bergegas masuk dan bertanya dimana ruang UGD . sampai pada akhirnya aku temukan ruang UGD dan aku melihat ibuku yang sudah duduk diatas kursi roda dengan terus menangis kejer. Dan aku melihat adikku telah memeluk ibuku begitu kencangnya begitu dalamnya. Aku melihat juga tetanggaku yang datang menemani ibu memberikan semangat terus kepada ibuku. Aku hanya berdiri sejenak di lorong ruang menuju kamar dimana ayahku sudah terbujur kaku. Aku masih tidak menyangka dengan apa yang aku terima hari ini. Aku menghampiri ibuku seraya berlari untuk memeluknya dan menanyakan apa yang terjadi sampai aku harus kehilangan orang yang paling aku sayangi ini? Aku terus mencecer pertanyaan ke sang dokter yang terus menyabarinku. Aku terus bertanya kenapa nyawa sang ayah tak bisa ia selamatkan. Kenapa ini terjadi begitu cepat? Kenapa Tak ada yang bisa menjawabnya!! Lemas tak berdaya. Patah semangat serta rasa ikhlas dan tawakal yang belum bisa aku terima saat itu. Aku terus memeluk ibu dan adikku. Aku mencoba untuk tidak menangisi keadaan ini. Aku berusaha menghentikan air mataku dan tegar untuk member semangat kepada ibuku. Aku gaboleh terlihat lemah. aku gaboleh cengeng. Aku gaboleh buat ibuku nangis lagi berlarut-larut.

Beliau meninggal diumurnya yang menginjak 54 tahun. 12 hari setelah hari ulang tahunnya di tanggal 13 juni 2014. Rasa menyesal karena aku belum banyak ngobrol sama beliau. Belum dekat sama dia. Belum banyak cerita tentang kuliahku. Masih banyak nasihatnya yang kadang malas untuk aku terima. Masih banyak perintahnya yang kadang enggak aku turutin. Masih banyak lagi yang belum bisa aku lakuin bersama-sama dengannya. Tapi Allah punya rencana yang sangat indah dibalik ini semua. Aku bertanya kenapa tuhan mengambil ayah begitu cepat? Aku mendapatkan jawabannya ketika ibuku bertanya kepadaku. “saat kau di taman bunga. Bunga mana yang akan kamu ambil paling pertama? Yang indah, wangi dan bagus pastinya kan? Sama Allah juga begitu mengambil papah. Allah mengmabil yang baik. Ibadahnya bagus. Kaya papahmu ini” Aku hanya tersenyum dan memeluk ibuku.

Banyak kata yang aku ingin ucapkan untukmu Ayah. Mungkin anganku saat aku wisuda nanti bisa didampigi engkau dan ibu sekarang hanya Angan-angan saja. Tapi aku tahu di surganya Allah disana ayah akan selalu menjaga dan mendampingiku selalu. 

Banyak anak zaman sekarang yang aku lihat sering menentang orangtuanya. Oke. Mungkin saat itu mereka belum merasakan bagaimana ketika mereka harus kehilangan 1 atau bahkan keduanya. Pasti akan menyesal seumur hidup! Pasti akan merasa hidup tuh udah engga ada motivasinya lagi. Udah enggak ada yang nyupportin lagi. Jadi buat kamu yang saat ini sering membantah coba un tuk turutin setiap perintah atau bahkan kemauannya. Biuat kalian yang masih jauh cobalah untuk mendekatkan diri kalian dan sharing tentang hal-hal kecil. Jika masih sering kumpul sama teman-teman. Cobalah luangkan waktu sedikit untuk mereka. Sekedar untuk membuat mereka tersenyum saja. Itu jauhhhh lebih bahagia ketika kamu melihat mereka tersenyum dibandingkan kamu melihat pacarmu tersenyum

Tulisan ini aku buat pada 15 Desember 2014. LOVE YOU FOREVER DAD! THIS LOVE FROM YOUR SON!

Minggu, 11 Januari 2015

SURAT KECIL DARI LAKI-LAKI

Dear perempuan,


Memangnya kenapa kalau memulai duluan? Takut disangka murahan? Harusnya kami saja kamu sebut murahan jika semurah itu melabeli seorang perempuan “murahan.”

Memangnya kenapa kalau menunjukkan suka lewat perhatian? Takut disangka gampang? Pemikiran “takut disangka gampang”-mu itu justru yang mempersulit keadaan.


Kami sudah kehabisan waktu. Kami, yang mulai beranjak dewasa –karena diharapkan dan dibutuhkan untuk dewasa di depan perempuan yang kamu sukai– mulai muak dengan semua ini.

Kami lelah ketika kamu menuhankan gengsi. Pembenaran-pembenaran “supaya nggak terkesan gampang,” “supaya nggak dianggap murah,” “supaya bikin penasaran” itu semakin ke sini sepertinya semakin terasa dipaksakan dan dijadikan ‘makanan’ bagi momok menakutkan bernama “gengsi.”

Mungkin untuk awal-awal kenal dan awal dekat, semuanya masih bisa dimaklumi, semuanya masih indah, dan masih menimbulkan percikan-percikan kasmaran. Ketika waktunya sudah cukup lama untuk sebuah pendekatan, kami butuh tau. Iya, kami butuh tau apakah perempuan yang sedang kami dekati punya perasaan yang sama atau tidak. Oke, kami hargai prinsip “cewek nggak boleh ngomong duluan.” Tapi kalau tidak ingin bicara, setidaknya tolonglah tunjukkan.

Mungkin perempuan yang sedang kami dekati sudah tidak aneh menemukan seorang laki-laki berusaha untuk mendapatkannya. Dalam beberapa kondisi, kami, laki-laki, seringkali habis-habisan dalam mengejar perempuan. Iya, kami kerahkan semua. Waktu, tenaga, pikiran, semuanya. Namun kami cuma butuh satu: alasan.

Kami butuh alasan untuk terus berjuang. Mungkin kalimat “cinta nggak butuh alasan” dari film-film sudah begitu terpatri dan menjadi panutan itu hal paling romantis. Tapi tidak bagi kami. Perlu diketahui, kami laki-laki terlalu sering bepikir menggunakan logika. Kami butuh alasan untuk terus maju, untuk memberikan segala yang kami punya, untuk tetap melakukan hal-hal gila demi melihat seseorang bahagia. Alasan itu sesederhana tahu bahwa apa yang kami lakukan tidak sia-sia, bahwa perempuan yang kami sukai punya perasaan yang sama.

Maaf, kami tidak bisa seperti tokoh utama di film-film drama yang menjunjung tinggi “cinta harus tanpa pamrih” dan “cinta nggak harus memiliki.” Kami hidup di kehidupan nyata, dan kami juga ingin disayangi. Ketika kami sudah melakukan banyak hal, memberikan segalanya, jujur, dalam hati yang paling dalam kami ingin mendapatkan, atau minimal melihat hasil dari apa yang sudah kami kerahkan. Sekecil perhatian dan usaha menunjukkan perasaan suka juga dari perempuan yang kami dekati.

Karena apa? Kami tidak ingin tua dan mati mengejar-ngejar perempuan yang tidak mengasihi kembali. Kami, mungkin juga manusia lainnya, butuh disayang juga. Sering kali, kami pada akhirnya memilih pergi setelah semuanya sudah kami lakukan lalu tidak membuahkan hasil apa-apa. Tidak kunjung ada tanda-tanda bahwa perempuan yang kami sukai juga menyukai kami. Kami tidak ingin mati konyol. Lebih dari itu, kami tidak ingin hidup bodoh.

Namun anehnya, seringkali ketika kami sudah memilih pergi dan mencoba menuju orang yang baru, perempuan yang tadinya kami sukai malah datang kembali. Alasannya: baru terasa berharga setelah pergi, atau sebenarnya suka juga tetapi terlalu manut kepada gengsi, atau bahkan salah satu dari sejuta alasan.

Kami sudah muak dengan itu.
Kehidupan terus maju. Kami terus menua. Ketika waktu itu tiba, ketika kami benar-benar serius, justru keinginan kami semakin sederhana. Sama sekali tidak rumit.
Kami ingin bersama mereka yang tidak rumit, mereka yang jika tidak sanggup bilang punya perasaan suka ya menunjukkan dengan perhatian, mereka yang ketika jadi pacar tidak gengsi untuk menghubungi duluan, mereka yang ketika jadi kekasih jika kangen ya bilang kangen. Persetan dengan “gak ada tantangan” lah, “kesannya gampang” lah. No, di satu titik dalam fase kehidupan kami yang seperti ini, kami ingin seseorang yang sederhana, karena kami sudah cukup dipusingkan dengan kehidupan, harus memusatkan pikiran dan tenaga untuk sesuatu yang penting juga: masa depan. Dan untuk siapa masa depan itu kami rencanakan, rancang, lalu kejar? Untuk bersama perempuan itu juga.

Maka tolong, sederhanalah. Kami yakin dengan menjadi sedikit tidak rumit, itu akan baik untuk kita. Iya, kami dan kamu. Karena cinta harusnya saling memudahkan.

*Catatan: ini belum tentu menjadi pemikiran semua laki-laki, tapi setidaknya ini menjadi pemikiran gue, dan syukurnya sampai saat ini gue masih laki-laki
*dan tidak semua perempuan juga seperti itu, bagi yang merasa saja